Halaman

Kamis, 02 Juli 2009

Iman bisa meningkat dan bisa turun

Ketahuilah, iman yang ada di dalam diri seorang hamba itu bisa bertambah dan bisa pula berkurang atau bahkan hilang tanpa bekas dari diri seseorang. Al-Imam Abdurrahman bin Amr Al-Auza'i rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah. Beliau menjawab: "Betul (bertambah), sampai seperti gunung." Lalu beliau ditanya lagi: "Apakah bisa berkurang?" Beliau menjawab: "Ya, sampai tidak tersisa sedikitpun."

Demikian pula Imam Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Ahmad bin Hambal rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah dan berkurang? Beliau menjawab: "Iman bertambah sampai puncak langit yang tujuh dan berkurang sampai kerak bumi yang tujuh." Beliau juga menyatakan: "Iman itu (terdiri atas) ucapan dan amalan, bisa bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan, maka iman akan bertambah, dan apabila engkau menyia-nyiakannya, maka iman pun akan berkurang."

Nah, inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah itu, yakni meyakini bahwa sesungguhnya iman seseorang itu bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Setelah kita tahu bahwa ternyata iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang, lalu apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin untuk menjaga kualitas imannya? Al Imam Allamah Abdurrahman bin Nashr As Sa'di rahimahullah mengatakan: "Seorang mukmin yang diberi taufiq oleh Allah Ta'ala, dia senantiasa berusaha melakukan dua hal: Pertama, memurnikan keimanan dan cabang-cabangnya, dengan cara mengilmui dan mengamalkannya. Kedua, berusaha untuk menolak atau membentengi diri dari bentuk-bentuk ujian (cobaan) yang tampak maupun tersembunyi yang dapat menafikannya (menghilangkannya), membatalkannya atau mengikis keimanannya itu." (At Taudhih wal Bayan lisy Syajarotil Iman, hal 38).

Saudaraku muslimin, ketahuilah! Ada beberapa amalan yang insya Allah akan dapat menyebabkan bertambahnya iman seseorang, di antaranya adalah:

Pertama: Membaca dan tadabbur (merenungkan atau memikirkan isi kandungan) Al Quranul Karim. Orang yang membaca, mentadabburi dan memperhatikan isi kandungan Al Quran akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang menjadikan imannya kuat dan bertambah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan tentang orang-orang mukmin yang berbuat demikian: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman bereka, dan kepada Rabb mereka itulah mereka bertawakkal." (QS. Al Anfal [8]: 2)

Al Imam Al Ajurri rahimahullah berkata: "Barangsiapa mentadabburi Al Quran, dia akan mengenal Rabb-nya Azza wa Jalla dan mengetahui keagungan, kekuasaan dan qudrah-Nya serta ibadah yang diwajibkan atasnya. Maka dia senantiasa melakukan setiap kewajiban dan menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai maulanya (yakni Allah Ta'ala)."

Kedua: Mengenal Al Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah yang menunjukkan kesempurnaan Allah secara mutlak dari berbagai segi. Bila seorang hamba mengenal Rabbnya dengan pengetahuan yang hakiki, kemudian selamat dari jalan orang-orang yang menyimpang, sungguh ia telah diberi taufiq dalam mendapatkan tambahan iman. Karena seorang hamba bila mengenal Allah dengan jalan yang benar, dia termasuk orang yang paling kuat imannya dan ketaatannya, kuat takutnya dan muroqobahnya kepada Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya adalah ulama." (QS. Fathir [35]: 28). Al Imam Ibnu Katsir menjelaskan: "Sesungguhnya hamba yang benar-benar takut kepada Allah adalah ulama yang mengenal Allah." (Tafsir Ibnu Katsir 3/533).

Ketiga: Memperhatikan siroh atau perjalanan hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni dengan mengamati, memperhatikan dan mempelajari siroh beliau dan sifat-sifatnya yang baik serta perangainya yang mulia.

Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan: "Dari sini kalian mengetahui sangat pentingnya hamba untuk mengenal Rasul dan apa yang dibawanya, dan membenarkan pada apa yang beliau kabarkan serta mentaati apa yang beliau perintahkan. Karena tidak ada jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat kecuali dengan tuntunannya. Tidak ada jalan untuk mengetahui baik dan buruk secara mendetail kecuali darinya.Maka kalau seseorang memperhatikan sifat dan akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Al Quran dan Al Hadits, niscaya dia akan mendapatkan manfaat dengannya, yakni ketaatannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi kuat, dan bertambah cintanya kepada beliau. Itu adalah tanda bertambahnya keimanan yang mewariskan mutaba'ah dan amalan sholih."

Keempat: Mempraktekkan (mengamalkan) kebaikan-kebaikan agama Islam. Ketahuilah, sesungguhnya ajaran Islam itu semuanya baik, paling benar aqidahnya, paling terpuji akhlaknya, paling adil hukum-hukumnya. Dari pandangan inilah Allah menghiasi keimanan di hati seorang hamba dan membuatnya cinta kepada keimanan, sebagaimana Allah memenuhi cinta-Nya kepada pilihan-Nya, yakni Nabiyullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (lihat QS. Al Hujurat [49]: 7)

Maka iman di hati seorang hamba adalah sesuatu yang sangat dicintai dan yang paling indah. Oleh karena itu seorang hamba akan merasakan manisnya iman yang ada di hatinya, sehingga dia akan menghiasi hatinya dengan pokok-pokok dan hakikat-hakikat keimanan, dan menghiasi anggota badannya dengan amal-amal nyata (amal sholih). (At Taudhih wal Bayan, hal 32-33)

Kelima: Membaca siroh atau perjalanan hidup Salafush Shalih. Yang dimaksud Salafush Shalih di sini adalah para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orangyang mengikuti mereka dengan baik (lihat QS. At Taubah [9]: 100). Barangsiapa membaca dan memperhatikan perjalanan hidup mereka, akan mengetahui kebaikan-kebaikan mereka, akhlak-akhlak yang agung, ittiba' mereka kepada Allah, perhatian mereka kepada iman, rasa takut mereka dari dosa, kemaksiatan, riya' dan nifaq, juga ketaatan mereka dan bersegera dalam kebaikan, kekuatan iman mereka dan kuatnya ibadah mereka kepada Allah dan sebagainya.

Dengan memperhatikan keadaan mereka, maka iman menjadi kuat dan timbul keinginan untuk menyerupai mereka dalam segala hal. Sebagaimana ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : "Barangsiapa lebih serupa dengan mereka (para shahabat Rasulullah), maka dia lebih sempurna imannya." (lihat Kitab Al Ubudiyah, hal 94). Dan tentunya, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.

Itulah beberapa amalan yang insya Allah akan dapat menyebabkan bertambahnya keimanan. Adapun hal-hal yang dapat melemahkan iman seseorang adalah sebaliknya, di antaranya: Kebodohan terhadap syari'at Islam, lalai, lupa dan berpaling dari ketaatan, melakukan kemaksiatan dan dosa-dosa besar, mengikuti hawa nafsu dan sebagainya.

Mudah-mudahan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa diberi tambahan iman, dan dijauhkan dari kelemahan dan kehinaan. Wallahul musta'an.

(Dinukil dan disarikan dari Majalah Salafy, edisi XVIII/Shafar/1418/1997)

Jumat, 26 Juni 2009

Imam Hasan Al Bashri dan Tetangga Nasrani

Imam Hasan Al Bashri adalah seorang ulama tabi'in terkemuka di kota Basrah, Irak. Beliau dikenal sebagai ulama yang berjiwa besar dan mengamalkan apa yang beliau ajarkan. Beliau juga dekat dengan rakyat kecil dan dicintai oleh rakyat kecil.

Imam Hasan Al Bashri memiliki seorang tetangga nasrani. Tetangganya ini memiliki kamar kecil untuk kencing di loteng di atas rumahnya. Atap rumah keduanya bersambung menjadi satu. Air kencing dari kamar kecil tetangganya itu merembes dan menetes ke dalam kamar Imam Hasan Al Bashri. Namun beliau sabar dan tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Beliau menyuruh istrinya meletakkan wadah untuk menadahi tetesan air kencing itu agar tidak mengalir ke mana-mana.

Selama dua puluh tahun hal itu berlangsung dan Imam Hasan Al Bashri tidak membicarakan atau memberitahukan hal itu kepada tetangganya sama sekali. Dia ingin benar-benar mengamalkan sabda Rasulullah SAW. "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya."

Suatu hari Imam Hasan Al Bashri sakit. Tetangganya yang nasrani itu datang ke rumahnya menjenguk. Ia merasa aneh melihat ada air menetes dari atas di dalam kamar sang Imam. Ia melihat dengan seksama tetesan air yang terkumpul dalam wadah. Ternyata air kencing. Tetangganya itu langsung mengerti bahwa air kencing itu merembes dari kamar kecilnya yang ia buat di atas loteng rumahnya. Dan yang membuatnya bertambah heran kenapa Imam Hasan Al Bashri tidak bilang padanya.

"Imam, sejak kapan Engkau bersabar atas tetesan air kencing kami ini ?" tanya si Tetangga.

Imam Hasan Al Bashri diam tidak menjawab. Beliau tidak mau membuat tetangganya merasa tidak enak. Namun ...

"Imam, katakanlah dengan jujur sejak kapan Engkau bersabar atas tetesan air kencing kami ? Jika tidak kau katakan maka kami akan sangat tidak enak," desak tetangganya.

"Sejak dua puluh tahun yang lalu," jawab Imam Hasan Al Bashri dengan suara parau.

"Kenapa kau tidak memberitahuku ?"

"Nabi mengajarkan untuk memuliakan tetangga, Beliau bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya !"

Seketika itu si Tetangga langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia dan seluruh keluarganya masuk Islam.

Sabtu, 20 Juni 2009

Ilmu Yang Pertama Kali Dicabut Dari Muka Bumi Ini

Sabda Rasulullah SAW :
“Pelajarilah ilmu faraidh, karena ia termasuk bagian dari agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah ilmu yang akan pertama kali dicabut dari umatku”
(HR. Ibnu Majah, al-Hakim, dan Baihaqi)


Apakah ilmu Faraidh ?

Ilmu Faraidh adalah ilmu waris yang meliputi 3 aspek :
1. Tentang SIAPA yang menjadi ahli waris (penerima harta warisan)
2. Tentang RUMUS PEMBAGIAN untuk setiap ahli waris
3. Tentang CARA MENGHITUNG harta warisan


Mengapa ilmu Faraidh begitu Penting ?

1. Ilmu faraidh adalah setengah dari ilmu yang primer (utama) untuk dipelajari

Ini sesuai dengan hadits dibawah ini :
Sabda Rasulullah SAW : “Pelajarilah ilmu faraidh, karena ia termasuk bagian dari agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah ilmu yang akan pertama kali dicabut dari umatku” (HR. Ibnu Majah, al-Hakim, dan Baihaqi)
Dan juga sabda Rasulullah SAW : “Ilmu itu ada tiga, selain yang tiga hanya bersifat tambahan (sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang jelas ketentuannya), sunnah Nabi saw yang dilaksanakan, dan ilmu faraidh” (HR. Ibnu Majah)

2. Mempelajari ilmu Faraidh mengandung ratusan kebajikan

Al-Futuhiy dalam syarahnya atas buku ‘Ala Muntaha al-Iradah, dan a-lButuhiy dalam syarahnya atas buku al-Iqna : “..mempelajari satu masalah dalam ilmu faraidh mempunyai ratusan kebajikan, sedangkan selainnya hanya sepuluh kebajikan…”

3. Allah swt secara langsung (tidak melalui nabi & rasul) menjelaskan ilmu Faraidh secara rinci kepada umat manusia (dalam al-Qur’an).

Ini seperti tercatat dalam salah satu sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Allah swt tidak mewakilkan pembagian harta waris kalian kepada seorang nabi atau rasul-Nya maupun raja yang luhur, tetapi Dia menguasakan penjelasannya sehingga membaginya dengan sejelas-jelasnya”
Allah swt juga menjelaskan ilmu Faraidh sedemikian rinci, lengkap dengan rumus pembagian warisan, syarat-syarat ahli waris, dan sekurang-kurangnya ada 9 ayat yang menjelaskan masalah faraidh secara panjang lebar dan rinci dalam al-Qur’an.

4. Ilmu Faraidh adalah ilmu yang pertama kali dicabut sebelum kiamat tiba

Sabda Rasulullah SAW : “Pelajarilah ilmu faraidh serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya ilmu faraidh setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku” (HR. Ibnu Majah dan ad-Darquthni)

5. Penyebab munculnya dunia yang dipenuhi fitnah
Sabda Rasulullah SAW : “Pelajarilah ilmu faraidh serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (mati), sedang ilmu itu angkat diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup melerai mereka” (HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi, al-Hakim)

6. Penyebab munculnya dunia yang penuh kekacauan dan kerusakan

Penjelasan seorang sahabat Rasul saw, Ibnu Abbas ra, bahwa urgensi menghidupkan ilmu Faraidh tercermin dalam firman Allah swt dalam surat al-Anfaal 8:73, Al-Qur’anul Karim : “Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”


Mengapa Ilmu Faraidh Ditinggalkan ?

1. Pembicaraan mengenai warisan adalah masalah sensitif

Pandangan salah anggota keluarga :
“Orangtua kita sedang sekarat…ini bukan saat yang pantas membicarakan soal harta warisan . . .”
“Ia selalu paling semangat membicarakan warisan. . mungkin ia ingin cepat orangtuanya mati…”
”Orang tuanya belum mati aja sudah pada ribut bicarain warisan..”

2. Masalah pembagian warisan dianggap tidak penting

Pandangan salah calon penghuni kubur :
“Hartaku tidak seberapa, apa yang bisa saya bagi, anakpun saya sudah pada mandiri…”
“Ahh..itukan urusan keturunan saya, nanti saja mereka bicarakan kalau saya sudah dalam kubur..”
“Di lingkungan saya, semuanya soleh, sudah kaya, tidak materialis… kalaupun ada pembagian warisan yang tidak adil, umumnya mereka rela-rela aja… (catatan : pembagian waris bukan persoalan rela tidak rela, tapi pembagian sesuai ketentuan syariah)

3. Karena ilmunya dianggap sudah jelas (mudah dipelajari) namun membosankan untuk dipejari (karena banyak rumus yang rumit), sehingga membuat generasi muda sering enggan mempelajarinya.

Apakah Ilmu Faraidh sudah mulai ditinggalkan umat ?

1. Pandanglah ke sekeliling kita, minimal ke keluarga kita sendiri, hampir tidak ada masalah warisan yang tidak menjadi masalah keluarga. Bukan masalah rela- tidak rela, tapi apakah yang meninggalkan dunia dan yang ditinggalkan oleh yang wafat sudah memahami cara pembagian wasiat menurut syariah atau sudahkan ditinggalkan surat wasiat dengan baik dan benar?

2. Di Malaysia setiap orang wafat tanpa meninggalkan surat wasiat maka harta waris memerlukan proses hukum 5 hingga 10 tahun dan sering akhirnya tidak diproses hingga disita negara. Dilaporkan bahwa di Malaysia ada sekitar Rp. 7 ribu triliun harta waris yang tertunda penyerahannya ke ahli waris karena ahli waris tidak ditinggalkan surat wasiat oleh keluarganya yang wafat.

3. Di Indonesia, ilmu faraidh bisa lebih cepat lagi ditinggalkan umat, karena tanpa meninggalkan surat wasiat yang baik dan benarpun, ahli waris (keluarganya) dengan mudah melakukan pembagian warisan. Yang ada di Indonesia hanya hambatan internal keluarga, sedangkan hambatan hukum relatif lebih mudah diselesaikan bahkan cukup di kantor kecamatan. Hal ini membuat masyarakat semakin tidak merasakan urgensi membuat surat wasiat


Benteng Kasih Sayang Terakhir, Akhirnyapun Jebol

Sungguh benteng terakhir kasih sayang, yang memiliki tali ikatan yang paling kuat adalah tali kasih sayang seseorang kepada orang tuanya, anaknya dan saudara kandungnya. Sungguh masih ada sebutan ’mantan istri’ , tapi tidak untuk ’mantan anak’ atau ’mantan adik’ . Sungguh begitu sering masalah pembagian harta waris menimbulkan banyak perpecahan di keluarga sekitar kita. Seorang abang yang begitu sayangnya pada adiknya, tiba-tiba berubah total dan memandang adiknya sebagai mahluk yang ganas, serakah dan egois ketika almarhum ayahnya meninggal dunia dengan meninggalkan surat wasiat yang menurutnya tidak adil. Bahkan begitu banyak berita fakta di media massa, yang menceritakan seorang anak membunuh ibu kandungnya sendiri karena masalah warisan.

Sungguh jenazah yang didalam kubur ikut menderita dan tersiksa ketika tidak meninggalkan wasiat yang sesuai syariah, atau meninggalkan keluarga yang bertengkar karena warisan, kecuali sang jenazah sudah pernah mengajarkan dan memberitahu keluarganya mengenai ilmu faraidh atau bahwa keluarganya sudah memahami bahwa wasiat yang dibuatnya sudah sesuai dengan faraidh.


(sumber : Hukum Waris, Fakultas Syariah, I\Univ. Al-Azhar, dan sumber lain)