Halaman

Selasa, 31 Januari 2012

Proxy External Mikrotik menggunakan ClearOS


Tulisan ini merupakan hasil percobaan membuat webproxy eksternal mikrotik, pada kali ini saya menggunakan Mikrotik RB750.
Kita mulai dengan topologi jaringan yang saya gunakan :



Penjelasan :
A. Modem ADSL 192.168.1.1
B. Mikrotik :
1. Gateway 192.168.1.2
2. LAN-Master 192.168.88.1
3. LAN-Slave (tidak dibahas)
4. LAN-Proxy 192.168.2.2
5. Hotspot 10.5.50.1
C. ClearOS 192.168.2.2
D. Client 192.168.88.0/24

Pada modem bisa disetting standard sebagai pppoe atau lebih bagus disetting sebagai bridge jadi pppoe pada mikrotik, hal ini sudah dibahas pada tulisan sebelumnya.

Langkah pertama setting port no. 4 LAN Proxy dengan memilih nonepada Master Port, seperti gambar berikut :


Langkah kedua yaitu Install clearOS dengan Standalone Mode-No Firewall.

Pada saat setup dibagian Manual TCP/IP Configuration isi data sebagai berikut :
IP address : 192.168.2.2 / 255.255.255.0
Gateway : 192.168.2.1

Setelah Install selesai edit pada bagian /etc/firewall, cari bagian :
SQUID_TRANSPARENT="off"
ubah menjadi :
SQUID_TRANSPARENT="on"

Untuk edit squid transparent tersebut dapat dilakukan di komputer client dengan menggunakan software WinSCP yang bisa didownload disini

Jalankan Webproxy di ClearOS, yang ada pada menu Gateway>Web Proxy
Klik Start dan buat Automatic

Langkah ketiga buat Nat di mikrotik, sebagai berikut :
/ip firewall nat
add chain=dstnat src-address=!192.168.2.2 protocol=tcp dst-port=80-82 in-interface=2.LAN-Master action=dst-nat to-address=192.168.2.2 to-port=3128



Setting proxy untuk jaringan LAN sudah selesai. Untuk membuktikan bahwa proxy sudah jalan, kita buka browser pada pc client lalu ketik www.cmyip.com maka yang muncul adalah ip proxy kita.


Kemudian pada hotspot kita masukan ip web proxy clearOS , langsung saja ke winbox :


HTTP Proxy : 192.168.2.2
HTTP Port Proxy : 3128

Sebagai tanda bahwa hotspot kita melewati web proxy ClearOS yang kita buat, maka bisa dicek ke website http://www.cmyip.com maka akan muncul My IP is 10.5.50.9, 192.168.2.1 seperti pada gambar berikut :



Demikian tulisan singkat saya, semoga bermanfaat..
Diposkan oleh Zen di 20:19

Rabu, 10 November 2010

Mengapa penentuan 'Idhul Adha berbeda?

Kementerian Agama RI melakukan sidang itsbat untuk menentukan kapan awal bulan Dzulhijjah 1431 H dan Idul Adha tahun 2010 ini. Menurut pemerintah, berdasarkan laporan pemantauan bulan sabit baru (rukyatul hilal), di wilayah indonesia tidak ada yang bisa melihat bulan pada hari Sabtu, 6 November 2010. Dan pada saat matahari terbenam ketinggian bulan juga belum mencapai 2 derajat. Oleh karena itu ditetapkan bahwa 1 Dzulhijjah 1431 H adalah hari ini, 8 November 2010. Dengan demikian Idul Adha di indonesia akan jatuh pada hari Rabu, 17 November 2010.
Namun demikian, Muhammadiyah tetap memutuskan untuk berlebaran Haji sehari sebelumnya pada Selasa, 16 November 2010. Hal ini dikarenakan mereka menganut asas wujudul hilal. Dengan dasar ini, asal bulan sabit telah berada di atas ufuk, meskipun tidak bisa dilihat maka bulan baru telah masuk.
Sementara itu, Arab Saudi juga telah secara resmi mengumumkan bahwa Idul Adha juga jatuh pada 16 November 2010. Keputusan Arab Saudi ini sedikit mengandung tanda tanya bagi sebagian orang. Para ahli astronomi sering mempertanyakan keputusan semacam ini karena didasari oleh “klaim” dilihatnya bulan baru pada kondisi yang menurut perhitungan astronomis tidak mungkin atau sangat sulit untuk melihat bulan sabit baru. (Lihat juga pembahasan Prof. T. Djamaluddin dari LAPAN)

Akar Perbedaan Penetapan Tanggal Hijriyah
Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan semacam ini, baik yang bersifat fiqih, ilmiah maupun teknis. Lihat saja dari sisi fiqih atau ijtihad para ulama dan ormas islam, ada yang memakai Hisab ada yang Rukyat. Yang memakai hisab juga belum sepakat kriteria perhitungan yang mesti dipakai. Yang memakai Rukyat juga kadang terpecah dalam penerimaan laporan keberhasilan rukyat. Apakah harus didukung data astronomis atau asal berani disumpah. Kedua kriteria juga akhirnya berbeda dalam wilayah penetapannya. Apakah lokal, berdasarkan negara, atau global.
Dari sisi astronomis dan teknis, sebenarnya ada perbedaan antara bulan hijriyah dan miladiyah (masehi). Jika dalam kalender masehi, kita mempunyai garis batas tanggal internasional, maka garis semacam ini belum ada (belum disepakati) dalam kalender hijriyah. Dalam kalender masehi, hari dan tanggal dimulai di garis tersebut yang terletak di wilayah lautan Pasifik. Setiap pergantian bulan baru, hari dan tanggalnya bermula di sana. Tidak berubah. Sementara dalam kalender hijriyah, jika mengikuti munculnya bulan di ufuk barat sebagai tanda pergantian bulan, maka awal kemunculan bulan ini akan berganti-ganti tempat setiap bulannya.
Karena itu bisa jadi bulan baru (hilal) tanda pergantian bulan muncul pertama kali di wilayah Mekah, sementara pada hari masehi yang sama, bulan tidak terlihat di wilayah Indonesia. Secara teori, pergantian bulan dimulai dari wilayah Mekah, dan diikuti oleh wilayah-wilayah di sebelah baratnya. Barulah pada hari masehi berikutnya, wilayah Indonesia memasuki bulan baru tersebut.
Saya tebalkan hari masehi pada paragraf sebelumnya karena di sinilah orang sering mendapat kerancuan. Pada gambaran di atas, sebenarnya wilayah Mekah dan Indonesia masih dalam satu hari yang sama menurut penanggalan hijriyah (berdasarkan kriteria rukyat lokal). Namun secara masehi berbeda.
Inilah faktor lain yang kadang membuat orang bingung.
Solusi untuk mengatasi perbedaan Hari Raya
Perbedaan pendapat akan selalu ada. Bagaimana mengatasinya? Di dalam islam ada mekanisme musyawarah dan juga kepemimpinan (imam, ulil amri). Jika musyawarah tak menghasilkan kesepakatan maka kewajiban pemimpin yang memberikan ketetapan dan ketegasan. Makmum, masyarakat tinggal mengikuti.
Solusi lain adalah dengan menyatukan konsep hari kalender masehi, yang secara de-facto sudah dipakai dalam kehidupan sehari-hari dengan kalender islam global. Kalender islam yang memberikan satu tanggal yang sama di seluruh dunia untuk setiap tanggal dan hari masehi. Misalnya, Senin, 1 Agustus adalah 12 Muharram. Tidak ada satu negara yang masih 11 Muharram atau sudah 13 Muharram.
Untuk penyatuan ini, tak ada cara lain selain menganut hisab ataupun rukyat global. Dalam konsep ini, kemunculan bulan baru di mana pun di muka bumi, berlaku bagi seluruh wilayah dunia yang memiliki hari dan tanggal masehi yang sama. Meskipun, misalnya, di indonesia tidak terlihat bulan dan menurut hisab, bulan juga masih belum di atas ufuk, tetapi jika di amerika bulan bisa terlihat, maka orang indonesia sudah harus masuk bulan hijriyah yang baru.

Epilog
Beginilah kondisi umat islam saat ini. Satu tuhannya, satu agamanya, namun berbeda-beda hari rayanya. Semoga Allah segera mewujudkan kesatuan penanggalan islam di negeri ini dan dunia. Aamiin. (semoga bermanfaat di sarikan dari blog.al-habib.info)