Halaman

Minggu, 13 Desember 2009

Cerita si Bolon

Bolon adalah seorang pemuda biasa saja, dari kalangan masyarakat jelata yang tidak terlalu dekat dengan agama, dan tidak juga berpendidikan tinggi tetapi suatu hari dia penasaran dengan ucapan yang meluncur dari seorang tokoh yang membuat dirinya bertanya-tanya. Ada seorang tokoh, sebut saja namanya Dodol, yang mengklaim dirinya baik, sudah berbuat baik dengan menolong orang lain, banyak orang yang sudah dia bantu dan terbantu dan masih banyak lagi kebaikan yang sudah dia lakukan menurut dirinya sendiri. Dan juga dia menganggap hatinya suci, mulia dan bersih, tidak suka berkhianat, tetapi kenapa dia melontarkan pertanyaan mengapa dirinya sering dikhianati? Padahal dia sudah berbuat baik dan hatinya suci mulia?

Hal ini menarik hati si Bolon untuk menelusurinya, ada apa ya? Bergaya detektif ulung mulailah si Bolon melakukan penelusuran. Penyelidikan dimulai dari kehidupan pribadi si Dodol, dan Bolon pun berniat membuat daftar aktifitas si Dodol, apa saja yang dilakukan oleh si Dodol mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.

Bolon memulai penyelidikannya pada hari kamis selepas waktu ashar, dia mengunjungi Dodol dikediamannya. Bolon datang sendiri dengan niat untuk mempelajari apa saja yang dikerjakan si Dodol tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Setelah dipersilahkan duduk, mulailah mereka mengobrol kesana kemari dengan topik yang hebat-hebat layaknya seorang negarawan, ekonom dan politikus kawakan. Terkadang obrolan menyangkut ekonomi, sosial tetapi lebih sering menyangkut kehidupan politik, dari situasi politik nasional hingga situasi politik di daerah. Sesekali terlihat kepongahan si Dodol dalam mendeskripsikan pemikirannya tentang situasi politik terkini di daerah. Seolah-oleh dialah pemegang kendali kekuasaan di daerah, dan diperlihatkannya dengan mudahnya dia memanggil dan memerintahkan pejabat di lingkungan birokrasi (tentunya pejabat dungu) karena sudah diketahui bersama bahwa si Dodol ini bukanlah Penguasa Birokrasi, tetapi dia dikenal memang banyak dekat dengan orang penting di birokrasi.
Saking asyiknya mengobrol tidak terasa suara adzan maghrib telah memanggil dari masjid yang tidak jauh dari kediaman si Dodol, tetapi obrolan tetap dilanjutkan karena topik pembicaraan masih hangat dan menarik hingga panggilan adzan kembali datang dari masjid itu pertanda waktu isya telah sampai, obrolan dengan si Dodol belum juga selesai.

Mulai timbul tanda tanya dalam diri si Bolon, sebegitu pentingkah dirinya yang sering lalai dalam mengerjakan perintah Tuhan ini di mata si Dodol sehingga sang tokoh rela meninggalkan kewajibannya menghadap sang Pencipta ketika adzan maghrib berkumandang sedangkan si Dodol sudah berprediket mulia karena sudah mengerjakan kewajiban terakhir dalam rukun islam? Atau si dodol sekelas saja dengan dirinya yang dianggapnya sebagai orang yang tidak ada apa apanya? Banyak pikiran yang berkecamuk dalam otak si Bolon. Ah masa bodoh, pikir Bolon. Akhirnya obrolan dilanjutkan hingga dini hari. Dalam penilaian Bolon yang disimpulkan dari pembicaraan dari sore tadi hingga malam itu, diketahui bahwa si Dodol ini orang yang berduit dan royal dalam membagikan duitnya, tetapi dia royal hanya kepada orang yang berada diatasnya atau kepada orang tertentu yang ada kepentingannya. Dodol juga orang yang banyak bergaul dengan berbagai kalangan orang penting, mulai dari orang penting di daerah sampai orang penting di pusat sana. Untuk menghibur dirinya, si Dodol rajin mengunjungi klub malam di berbagai tempat, berdasarkan cerita dari si Dodol sendiri setiap kali masuk ke klub malam, dirinya banyak digemari wanita penghibur di klub tersebut. Malah dengan bangganya Dodol menyebut nama-nama sejumlah wanita yang pernah mengisi relung hatinya yang berasal dari lingkungan klub malam, walaupun dia sendiri sudah beristri lebih dari satu (sdh diketahui Bolon sebelumnya). Si Dodol masih bersemangat sekali bercerita tentang kehebatannya walaupun malam semakin larut, akhirnya Bolon beranjak pamit juga karena sudah tidak tahan lagi, mata sudah tidak bisa lagi diajak kompromi walaupun sudah dua gelas kopi mampir ke perutnya menemani pisang goreng yang dihidangkan. Waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dinihari, Bolon pamit pulang.(bersambung).

Tidak ada komentar: