Halaman

Senin, 14 Desember 2009

Manfaat infaq

Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfak-kan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (261)
Islam sama sekali tidak menginginkan infak itu hanya sekedar menutupi kekosongan, mengisi perut dan sekedar memenuhi kebutuhan.

Sekarang kita telaah nash (teks) Al-Qur’an secara rinci dalam pelajaran ini :
Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfak-kan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (261)

Sesungguhnya undang-undang (peraturan) ini tidak dimulai dengan kewajiban (Fardhu) dan beban (taklif). Akan tetapi dimulai dengan motivasi dan menyatukan hati. Dengan demikian dapat membangkitkan semangat dan persaaan yang hidup dalam segenap diri masnusia. Sesungguhnya ia juga dapat menampilkan gambaran kehidupan yang bergerak, berkembang dan memberi. Itulah gambaran pohon (tumbuhan. Sebuah pemberian bumi yang bersal dari Allah. Pohon yang memberi berlipat ganda dari apa yang dia ambil. Dia memberikan nilai yang termahal dari dirinya dengan berlipatganda jika dibanding dengan nilai bibit/benihnya.

Gambaran yang menginspirasikan ini memberikan perumpamaan bagi orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah. Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfak-kan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji.

Sesungguhnya makna yang dapat ditangkap akal dari ungkapan tersebut berakhir pada aktivitas berhitung secara matematis yang satu biji berlipat ganda menjadi 700 biji. Adapun pemandangan yang hidup yang ditampilkan ungkapan tersebut jauh lebih luas dan lebih indah serta lebih membangkitkan perasaan dan lebih berpengaruh pada hati. Itulah pemandangan yang hidup dan berkembang. Pemandangan alami yang hidup. Sebuah pemandangan tanaman yang menghasilkan. Kemudian pemandangan yang ajaib dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Sepohon kayu yang memiliki tujuh cabang dan setiap cabang memiliki buah 100 biji.

Dalam kafilah kehidupan yang berkembang dan memberi, mampu mengarahkan hati manusia untuk mencurahkan dan memberikan apa yang dia miliki. Pada hakikatnya tidak memberi, tapi menerima dan tidak berkurang, tapi bertambah. Gelombang memberi dan tumbuh itu melaju dalam perjalanannya. Gelombang itu mampu melipatgandakan perasaan yang dibangkitkan oleh pemandangan pohon/tanaman dan hasilnya. Sesungguhnya Allah melipatgandakan bagi orang yng dikehendakinya. Dia melipatgandakan tampa hitungan dan perkiraan. Dia melipatgandakan orang yang diberi-Nya rezki yang siapapun tidak dapat mengetahui batasnya.

Di antara kasih sayang-Nya yang dicurahkan, seseorang tidak akan mengetahui keluasannya. { والله واسع عليم } : Kata ‘wasi’ : tidak akan pernah sempit pemberiannya, tidak terbatas dan tidak habis. Kata ‘’Alim’ : Mengetahui bibit/benih dan mengokohkannya dan tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya.

Akan tetapi, infak yang mana yang tumbuh dan berkembang itu? Pemberian yang mana yang dilipatgandakan Allah di dunia dan Akhirat bagi orang yang dikehendaki-Nya itu? Itulah infak yang mampu menghormati perasaan kemanusiaan dan tidak mengotorinya. Infak yang tidak menyakiti kemuliaan dan tidak melukai perasaan. Infak yang lahir dari kesenangan dan kebersihan jiwa dan berorientasi hanya kepada Allah seraya mencari ridha-Nya.

Orang-orang yang menginfak-kan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang diinfak-kannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan sipenerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(262)

Cercaan (menyebut-nyebut pemberian) itu unsur kebencian tercela dan perasaan redahan. Jiwa manusia pada dasarnya tidak menyebut-nyebut apa yang dia berikan kecuali ada keingingan merasa lebih tinggi dan kebohongan, atau keinginan untuk meremehkan yang menerimanya, atau keinginan untuk memancing perhatian orang lain. Saat itu, orientasinya bukan lagi kepada Allah, melainkan kepada manusia.

Semua prilaku itu itidak akan bersemi dalam diri yang baik dan tidak akan terlintas dalam hati seorang Mukmin. Karena menyebut-nyebut itu menggantikan sedekah menajadi rasa sakit bagi yang menerima dan yang memberi. Rasa sakit bagi sipemberi karena membangkitlkan dalam dirinya rsa sombong dan ketinggian dengan keinginan melihat saudaranya rendah dan bertekuk lutut padanya. Sebagaimana juga akan memenuhi hatinya dengan nifaq (ambivalence), riyak dan jauh dari Allah. Sakit bagi yang menerima karena menimbulkan ras rendah diri dan kekalahan dalam dirinya yang berakibat lahirnya rasa iri hati dan balas dendam….

Islam sama sekali tidak menginginkan infak itu hanya sekedar menutupi kekosongan, mengisi perut dan sekedar memenuhi kebutuhan. Bukan itu…. Sesungguhnya yang diinginkan Islam (dari sistem ekonomi ini), adalah edukasi, penyucian dan pembersihan jiwa yang memberi, melahirkan perasaan kemanusiaan, hubungan persaudaraan dengan saudaranya yang miskin seagama dan sesame manusia, dan peringatan baginya akan nikmat Allah serta janjinya dengan Allah tentang nikmat itu bahwa dia akan memakannya tanpa berlebihan dan tanpa menghambur-hamburkannya serta untuk diinfakkan di jalan Allah, tanpa harus kikir dan tidak pula melakukan cercaan.

Demikian pula, Islam menginginkan kerelaan dan ketenagan bagi jiwa sipenerima, penguat hubungan dengan saudaranya seagama dan sesama msnusia, sebagai penutup bagi ketimpangan Jamaah (kumunitas) suapay tegak di atas dasar takaful (saling menopang) dan ta’awun (saling menolong) yang mengingatkannya akan kesatuan bangunan, kesatuan hidup, kesatuan orientasi dan kesatuan beban. Sedang cercaan itu akan menghapus semua makna tersebut dan akan menempatkan infak itu menjadi racun dan api. Dia merupakan kesakitan kendati tidak diiringi dengan kesakitan lain dari tangan dan lidah. Dia adalah kesakitan itu sendiri yang akan menghapuskan nilai infak, mencabik-cabik masyarakat dan memancing lahirnya rasa kebencian dan hasad.

Sebagian peneliti kejiawaan saat ini menetapkan bahwa impact alami dalam jiwa manusia bagi suatu kebaikan (yang dia terima dari orang lain) pada suatu hari akan menjadi permusuhan. Mereka berdalih bahwa sipenerima merasakan kekurangan dan kelemahan di hadapa sipemberi. Perasaan ini akan selalu bergelora dalam dirinya. Sebab itu, ia akan mencoba mengatasinya dengan menyerang yang memberinya dan menyembunyikan permusuhan. Karena dia selalu merasa lemah dan keurang di hadapan sipemberi tadi. Demikian juga sipemberi selalu mersakan bahwa dialah yang berjasa atas orang yang diberinya itu. Inilah perasaan yang menambah rasa sakit bagi sipenerima sehingga berubah menjadi permusuhan.

Teori tersebut bisa saja benar dalam masyarakat jahiliyah, di mana masyarakat yang tidak diliputi oleh spirit Islam dan tidak berhukum pada Islam. Adapun agama ini (Islam) telah mengobati masalah tersebut dengan cara lain. Islam mengobatainya dalam jiwa manusia dengan sebuah ketetapan bahwa harta itu adalah milik Allah. Rezki yang ada di tangan mereka adalah rezki dari Allah. Ini adalah hakikat yang tidak dibantah kecuali oleh orang yang bodoh terhadap sebab-sebab rezki yang jauh maupun yang dekat. Semuanya pemberian Allah di mana manusia tidak kuasa sedikitpun atasnya. Satu biji gandum telah tertlibat dalam pengadaannya berbagai kekuatan dan energy alam dari matahari sampai bumi, air dan udara. Semua itu tidak berada dalam kemampuan manusia. Coba kiaskan satu biji gandung dengan titik air, serabutnya, dan segala sesuatu yang ada.

Bila sipemberi itu sesuatu dari hartanya, maka sesungguhnya dian memberikan harta Allah yang diangrakan padanya. Bila meminjamkan sejumlah hartanya, berarti ia memberikan pinjaman pada Allah yang akan dilipatgandakan baginya. Tidalah orang yang belum beruntung itu kecuali alat dan sebab bagi yang memberi untuk meraih pemeberiaan harta Allah berlipatganda. Kemudian, Al-Qur’an masuk menejelaskan adab (tata cara infak) yang sedang kita bahas sekarang, sebagai penguat bagi pengertian ini dalam jiwa sehingga sipemberi tidak merasa tinggi dan tidak menghinakan yang menerima. Setiap dari keduanya sama-sama makan dari rezki Allah. Bagi para pemeberi akan mendapat ganjaran dari Allah jika mereka memberi dari harta Alllah dan di jalan Allah seraya berpegang teguh pada adab yang telah digariskan-Nya pada mereka dan terikat denga janji yang dijanjiakan Allah pada merka :
{ ولا خوف عليهم } Mereka tidak takut dari kefakiran, dengki dan tipu daya dan tik pula mereka bersedih { ولا هم يحزنون } . atas apa yang mereka infakkan di dunia dan tidak pula sedih menghadapi tempat kembali mereka di akhirat nanti.


مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (262) قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (263) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (264) وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآَتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (265) أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ (266) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267) الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (268) يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ (269) وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (270) إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (271) لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (272) لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (273) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (274)

Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfak-kan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (261)

Orang-orang yang menginfak-kan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang diinfak-kannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan sipenerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(262)

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima) . Allah Maha kaya lagi maha Penyantun.(263)

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menginfak-kan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah) . Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir . (264)

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai) . Dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.(265)

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (266)

Hai orang-orang yang beriman, infak-kanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu infak-kan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(267)

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia . Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.(268)

Allah menganugrahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Alquran dan Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi Al Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) .(269)

Apa saja yang kamu infak-kan atau apa saja yang kamu nazarkan , maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.(270)

Jika kamu menampakkan sedekah (mu) , maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(271)

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infak-kan (di jalan Allah) . Maka pahala-nya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infak-kan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidka akan dianiaya (dirugikan).(272)

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifa-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infak-kan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah maha Mengetahui.(273)

Orang-orang yang menginfak-kan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi da terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhan-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(274) (QS. Al-Baqarah : 261 – 274)

Tiga pelajaran yang lalu dalam Juz ini, secara global seputar pembentukan sebagian kaedah konsepsi keimanan, menjelaskan konsep tersebut dan internalisasi akar-akaranya dalam berbagai lapangan. Ini adalah landasan garis besar surah (Al-Baqarah) yang panjang ini yang mentreatment – seperti yang telah kami jelasakan – persiapan Jama’ah Muslimah untuk bangkit dengan berbagai beban dalam menjalankan perannya dalam kepemimpinan manusia.

Mulai sekarang sampai akahir Surah ini, konteksnya terkait dengan mendirikan kaedah-kaedah sistem ekonomi kemasyarakatan yang mana Islam menginginkan masyarakat Muslim menerapkannya. Dengan sistem itu pula manajemen kehidupan Jama’ah Muslimah diatur.

Sesungguhnya yang dimaksud adalah sistem takaful (gotongroyong) dan ta’awun (kerjasama), yang direprentasikan oleh sistem Zakat yang diwajibkan dan sistem Sedekah (Infak) yang disunnahkan. Bukan sistem Ribawi (interest system) yang berkembang dalam masyarakat jahiliyah. Sebab itu, membicarakan adab-adab (akhlak) bersedekah, melaknat (mengecam) sistem Ribawi dan menetapkan hukum-hukum hutang piutang dan perdagangan pada pelajaran-pelajaran berikutnya dalam Surah ini merupakan hal yang sangat relevant.

Semua itu merupakan salah atu aspek mendasar dari sistem ekonomi Islam dan kehidupan sosial yang berdiri di atasnya. Antara tiga pelajaran yang akan datang memiliki hubungan yang kuat dan memiliki tema yang sama, kendati memiliki berbagai cabang pembahasan.... Itulah tema sistem ekonomi Islam.

Dalam pelajaran kali ini kita akan menemukan pembicaraan mengenai beban pengorbanan infak, aturan main sedekah dan takaful. Berinfak di jalan Allah merupakan saudara kandung Jihad yang diwajibkan Allah atas umat Islam. Allah jadikan Jihad sebagai sarana kebangkitan umat Islam agar dapat mengemban amanah dakwah kepada-Nya dan sekaligus menjadi sitem pertahanan kaum Mislimin; pertahanan atas kejahatan, kerusakan dan tindakan berlebihan (musuh Islam) serta pelucutan kekuatan mereka yang digunakan untuk menyerang kaum Muslimin, melakukan kerusakan di muka bumi, menghambat manusia dari jalan Allah, melarang manusia dari memperoleh kebaikan yang agung yang dibawa oleh sistem Islam. Menghambat manusia dari kebaiakan yang agung tersebut merupakan tindakan kriminalitas yang dahsyat dan tindakan kejahatan yang melebihi atas kejahatan terhadap jiwa dan harta.
Sesungguhnya anjuran berinfak dalam surah ini dilakukan berulang-ulang. Sekarang, konteks ayat-ayatanya merumuskan aturan main Sedekah secara rinci dan panjang. Aturan main tersebut melukiskan sbeuah naungan cinta dan kasih sayang sambil menjelaskan adab-adab psikologis dan sosiologisnya. Adab-adab yang mampu merubah Sedakah menjadi aktivitas edukatif kejiwaan/psikis para pelakunya. Pada waktu yang sama menjadi sangat bermanfaat dan menguntungkan bagi para penerimanya. Demikian juga, aktivitas Sedekah mampu merubah masyarakat menjadi satu keluarga yang diliputi spirit ta’awun, takaful, cinta dan kasih sayang, serta mengangkat kemanusiaan ke tingkat yang mulia, baik sipemberi maupun sipenerimanya.

Kendati arahan-arahan yang terdapat dalam pelajaran kali ini merupakan aturan main (Undang-Undang Dasar) yang berlaku tetap, tanpa terikat waktu dan tempat dan tidak pula terpengaruh oleh situasi-siatuasi tertentu, namun demikian perlu kita isyaratkan background (latar belakangya) bahwa aturan main tersebut datang sebagai jawaban atas kondisi ril yang dihadapi oleh Jama’ah Muslimah saat itu.

Situasi ril seperti itu bisa saja dihadapi oleh masyarakat Muslim setelah itu. Sebuah fakta bahwa dahulu terdapat jiwa-jiwa yang kikir lagi pelit terkait harta yang membutuhkan tekanan yang kuat dan inspirasi yang mempengaruhinya dengan kuat. Demikian pula halnya memerlukan perumpamaan dan visualisasi fakta-fakta yang berbicara agar sampai ke dalam lubuk hati.

Saat itu, ada orang-orang yang sangat pelit terkait harta sehingga mereka tidak mau memberikannya kepada yang membutuhkannya kecuali hasil riba (interest/bunga). Ada pula yang berinfak merasa terpaksa atau riya (ingin mendapat pujian manusia). Dan ada lagi yang berinfak sambil mencerca yang menerimanya dan ada pula yang menginfakkan harta yang rusak (buruk) dan menyimpan yang baik-baik.

Semua golongan tersebut, terdapat mereka yang ikhlas berinfak di jalan Allah; mereka yang sangat dermawan melalui kebaikan harta yang mereka miliki, mereka menginfakkannya secara rahasia di tempat yang harus dirahsiakan dan secara terang-terangan di tempat yang perlu terus terang dengan semangat totalitas, ikhlas dan bersih.


Baik kelompok pertama maupun yag terakhir, semua mereka berada dalam Jamaah Muslimah saat itu. Memahami fakta tersebut akan sangat banyak manfaatnya bagi kita.

Manfaat pertama, memahami karakter Al-Qur’an ini dan fungsinya. Sebab itu, Al-Qur’an itu sesuatu yang hidup dan bergerak. Kita menyaksikannya bekeraja dalam naungan realitas ini, bergerak di tengah-tengah Jamah Muslimah, mengarahkan kondisi-kondisi dan realitas-realitas. Sebab itu, kita melihat Al-Qur’an menolak yang yang ini dan menetapkan yang itu, mendorong Jamaah Muslimah dan mengarahkannya. Al-Qur’an bekerja terus menrus dan bergerak terus dalam lapangan percaturan dan dalam lapangan kehidupan. Al-Qur’an benar-benar usnsur pendorong, penggerak dan mengarah di lapangan percaturan dan kehidupan tersebut.

Kita sangat membutuhkan merasakan Al-Qur’an seperti ini. Melihatnya sebagai seuatu yang hidup, bergerak dan mendorong. Sungguh jauh jarak antara kita dengan Gerakan Islam, kehidupan Islami dan realitas Islami tersebut. Di dalam perasaan kita, Al-Qur’an telah terpisah dari fakta sejarah yang hidup. Realitas kehidupan yang pernah terjadi di suatu masa dalam sejarah Jama’ah Muslimah pertama tersebut tak kunjung hadir dalam persaaan kita. Kita sudah tidak ingat lagi di tengah percaturan yang terus menerus – masalah harian – yang dihadapi seorang prajurut Muslim dia menerima taujuh (arahan) Al-Qur’an untuk diamalkan dan dilaksanakan.

Al-Qur’an telah mati dalam perasaan kita... atau peraan kita tidur lelap... Gambaran kongkrit dalam persaan kaum Muslim saat ia turun tak kunjung kemabali ke dalam perasaan kita. Tingkatan kita dalam menrimanya hanya sebatas bacaan yang dilagu-lagukan atau hati kita terpengaruh secara kabur dan tidak jelas. Atau kita baca sebagai wirid (kebiasaan). Puncak yang mampu dicapai oleh orang-orang Mukmin Shadiqin di kalangan kita ialah sekedar melahirkan kondisi ketenangan atau kepuasan jiwa yang kabur.

Memang, Al-Qur’an mampu melahirkan semua itu. Akan tetapi, yang dituntut dari kita – di samping itu semua – bagaimana ia dapat melahirkan kesadaran dan kehidupan dalam diri seorang Muslim. Ya, yang dituntut ialah melahirkan kondisi sadar yang bergerak bersama Al-Qur’an, sebuah gerakan khidupaan yang merupakan tujuan utama Al-Qur’an dihadirkan.

Yang dituntut ialah bahwa seorang Muslim memperhatikan Al-Qur’an dalam mendan pertempuran yang diharunginya dan senetiasa siap mengharunginya dalam kehidupan umat Islam. Yang dituntuntut ialah seorang Muslim datang kepada Al-Qur’an untuk mengdengarkan apa yang sepantasnya ia lakukan – sebagaimana generasi Muslim pertama dulu lakukan – dan agar mengetahui hakikat arahan-arahan Al-Qur’an terkait situasi dan lingkungannya saat ini berupa peristiwa-peristiwa, problem dan permsalahan-permasalahan pelik lainnya dalam kehidupan. Hendaknya seorang Muslim melihat sejarah Jamaah Muslimah pertama yang terepresentasikan dalam Al-Qur’an ini di mana Al-Qur’an itu bergerak dalam kata-kata dan arahan-arahannya sehingga dia merasakan bahwa sejarah tersebut bukanlah asing baginya.

Sejarah generasi Islam pertama itu adalah sejarahnya. Realitas yang dihadapinya hari ini hanya perpanjangan dari sejarah masa lampau. Peristiwa-peristiwa yang dihadapinya saat ini merupakan buah dari apa yang dihadapi para pendahulunya. Al-Qur’an telah memberikan taujih (arahan) pada mereka untuk bertindak dengan tindakan tertentu. Sebab itu, ia akan merasa bahwa Al-Qur’an ini juga Al-Qur’annya. Al-Qur’annya yang dia jadikan konsultan bagi setiap peristiwa dan persolan-persoalan pelik yang dihadapinya. Karena sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah undang-undang dasarnya, konsepnya, pemikirannya, kehidupannya dan pergerakannya sekarang dan setelah sekarang tanpa terputus.

Manfaat kedua, melihat hakikat karakter masnusia yang tetap menolak dakwah kepada Iman dan beban-bebanya. Pandangan yang realistik melalui realitas yang diisyaratkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam kehidupan Jamah Muslimah pertama. Jamaah ini yang Al-Qur’an diturunkan atasnya dan yang dibina langsung oleh Rasul Saw, tetap memiliki titik-tik kelemahan dan kekurangan yang mengharuskan pemeliharaan, arahan dan inspirasi yang terus menerus. Masalah ini tidak menghambat mereka untuk menjadi generasi terbaik sepanjang masa.

Memahami hakikat ini amat bermanfaat bagi kita. Bermanfaat bagi kita karena Al-Qur’an telah memperlihatkan pada kita hakikat Jamaah manusia yang tidak ghuluw (berlebihan), kagetan dan tidak pula memilki konsep-kosep bersayap. Bermanfaat bagi kita, karena mampu membuang rasa putus asa dari dalam diri kita saat kita melihat bahwa kita belum sampai pada ufuk (ketinggian) yang dilukiskan Islam di mana Islam mengajak manusia untuk samapai pada ketinggian tersebut. Cukup bagi kaita bahwa kita sedang menuju ke sana. Usaha-usaha kita kea rah sana sepantasnya secara kontinu dan ikhlas.

Manfaat bagi kita untuk memahami hakikat lain… Yakni, dakwah menuju kesempurnaan tersebut harus sampai kepada masnusia. Tidak boleh terputus dan tidak boleh putus asa saat melihat sebagian kelemahan dan cacat. Jiwa memang demikian… Ia akan naik sedikit demi sedikit dengan mengikuti seruan kewajiban, ajakan kepada kemualian yang dicita-citakan, mengingatkan selalu akan kebaikan, membuat kebaikan menjadi indah dan keburukan menjadi hal yang menjijikkan, menjaukan dari kekurangan dan kelemahan dan menggandeng selalu dengan kekuatan saat terjatuh di jalan dan saat menyebabkan perjalanan itu menjadi panjang.

Manfaat yang ketiga, ketenangan akan hakikat yang sederhana yang seringkali kita lupakan. Yakni, bahwa manusia adalah manusia. Dakwah adalah dakwah. Pertempuran adalah pertempuran. Pertama-tama dan sebelum segala sesuatunya dalah pertempuran dengan kelemahan, kekurangan, kekikiran, rakus yang ada dalam diri. Kemudia baru pertempuran dengan kejahatan, kebatilan, kesesatan dan tindakan melampaaui batas dalam realitas kehidupan. Pertempuran dengan kedua sisnya haruslah ditempuh. Semua aktivis Jamaah Muslimah di atas muka bumi ini harus menghadapi kedua bentuk pertempuran tersebut, sebagaiman yang dihadapi Al-Qur’an dan Rasul Saw pertama kali. Kesalahan dan ketergelinciran pasti terjadi. Kelemahan dan kekurangan dalam berbagai marhalah perjalanan pasti muncul. Namun, yang sangat diperlukan ialah perawatan yang terus-menerus terhadap kelemhan dan kekurangan yang muncul selama dalam perjalanan yang dilahirkan peristiwa-peristiwa dan percobaan-percobaan. Sebab itu, hati harus diarahkan kepada Allah dengan metode-metode yang diterapkan Al-Qur’an dalam mentaujih (mengarahkan).

Di sini, kita kembali kepada pembicaraan pertama. Kita kembali kepada konsultasi Al-Qur’an dalam pergerekan kehidupan kita dan persoalan-persolan peliknya. Kembali kita melihatanya bekerja dan bergerak dalam perasaan kita dan dalam kehidupan kita sebagaiman Al-Qur’an itu bekerja dan dan bergerak dalam kehidupan Jamaah Islam pertama.

sumber: eramuslim.com

Tidak ada komentar: