Halaman

Selasa, 15 Desember 2009

ku putuskan persahabatan ku dengan mu !!!

Al kisah antara Sheikh Hassan Al Basri dan Khalifah Harun Al Rashid yang disampaikan dalam kesempatan ini, dinukil dari kisah-kisah punya teman, semoga dapat menjadi bekal dan pelajaran bagi kita semua, semoga bermanfaat dan dapat menjadikan kita insan yang lebih baik hari ini dan hari hari yang mendatang, dibanding hari-hari kita yang sudah berlalu.

Al kisah, sewaktu menjelang hari pelantikan Harun Al Rashid menjadi khalifah, dia telah mengarahkan seorang Menterinya untuk mengirim surat undangan kepada teman-teman dekatnya untuk menghadiri acara pelantikannya. Dalam majlis tersebut, rekan-rekannya akan disuguhkan oleh Harun Al Rashid dengan jamuan yang lezat-lezat. Harun Al Rashid juga menghadiahkan kepada mereka dengan hadiah yang cantik dan mahal di penghujung majlis. Antara yang diundang ialah Hasan Al Basri.

Setelah acara resepsi dalam rangka pelantikan tersebut menjelang, kesemua undangan pun hadir. Seperti dirancang, mereka diservis dengan jamuan yang enak dan lezat, serta dihadiahkan dengan barang yang cantik dan mahal di penghujung acara. Setelah hadirin memberi hormat, Harun Al Rashid mendapati ada satu hadiah yang masih tinggal dan tidak diberikan kepada undangan. Maka bertanyalah Harun Al Rashid kepada Menterinya.

Harun Al Rashid : Milik siapakah hadiah ini ? Apakah masih ada undangan yang belum disampaikan ? Atau undangan tersebut tidak sudi menerima hadiah ku ini ? Atau apakah ada undangan yang tidak hadir ?

Menteri : Wahai khalifah, sebenarnya ada seorang undangan yang tidak hadir. Maka dengan itulah terdapat satu lagi hadiah yang tinggal.

Harun Al Rashid : Siapakah undangan yang tidak hadir tersebut ?

Menteri : Hassan Al Basri, wahai khalifah.

Harun Al Rashid terdiam sejenak setelah nama Hassan Al Basri disebut. Setelah berfikir sejenak, maka dia pun berkata kepada Menterinya.

Harun Al Rashid : Akan aku tulis surat peribadi ku khas untuk Hassan Al Basri. Mungkin karena dia seorang berilmu tinggi, maka dia inginkan undangan khusus dan majlis untuknya yang khusus, baru dia senang menerima hadiah anugerah ku. Setelah ku tulis surat itu, kau pergilah ke madrasahnya dan serahkan sendiri surat itu ke tangannya.

Harun Al Rashid pun menulis surat tersebut dan mengarahkan Menterinya untuk menyerahkan sendiri ke tangan Hassan Al Basri. Sang Menteri pun segera bertolak ke Madrasah Hassan Al Basri membawa surat tulisan tangan Harun Al Rashid, sambil diiringi beberapa orang pegawai istana.

Sewaktu Menteri tersebut sampai ke Madrasah, Hassan Al Basri sedang memberikan kuliah pengajian kepada murid-muridnya. Menteri tersebut terus berjalan menuju ke pintu madrasah.Hassan Al Basri, sewaktu terpandang Menteri dari istana datang menuju ke tempatnya berubah riak muka Hasan Al Basri. Dia terus memalingkan mukanya dari Sang Menteri dengan riak muka yang marah dan benci.

Menteri : Assalamu a'laikum wahai Hassan Al Basri

Tiada jawaban dari Hassan Al Basri. Malah Hassan Al Basri meneruskan saja memberikan kuliah kepada murid-muridnya sambil memalingkan mukanya dari Sang Menteri. Seolah-olah Sang Menteri tidak ada di situ.

Menteri : Assalamu a'laikum wahai Hassan Al Basri

Sang Menteri memberi salam buat kali ke-2.

Masih tiada jawaban dari Hassan Al Basri. Malah Hassan Al Basri meneruskan saja memberikan kuliah kepada murid-muridnya. Murid-muridnya juga merasa keheranan.

Menteri : Assalamu a'laikum wahai Hassan Al Basri. Kedatangan ku membawa surat pribadi milik Khalifah Harun Al Rashid.

Sang Menteri memberikan salam buat kali ke-3.

Maka berkatalah salah seorang murid tua kepada Hassan Al Basri.

Murid : Wahai tuan guru, ada Menteri diutuskan khalifah kepada Tuan, membawa surat dari khalifah.

Setelah mendengar kata-kata muridnya, barulah Hassan Al Basri menjawab salam Menteri tersebut.

Hassan Al Basri : Salam (Jawab Hassan Al Basri ringkas dengan nada yang marah). Untuk apa kau ke mari ?

Menteri : Kedatangan ku membawa surat peribadi tulisan tangan khalifah buat mu. Aku harap kau terimalah surat ini.

Jawab Menteri, sambil mengulurkan surat tersebut kepada Hassan Al Basri. Hassan Al Basri apabila diulurkan surat tersebut, dengan segera mengelak dan menepis, agar surat tersebut tidak menyentuh dirinya.Hal ini juga mengejutkan murid-muridnya.

Murid : Wahai Tuan guru, apakah surat ini bernajis sehingga kau enggan menerimanya ? Kasihanilah Menteri ini karena dia hanya menunaikan arahan Tuannya. Nanti dia pasti akan dihukum karena kegagalannya menyampaikan surat Tuannya.

Hassan Al Basri : Kalau begitu kau saja yang baca surat ini. Biar ku dengar.
Maka muridnya pun mengutip surat tersebut yang jatuh ke lantai Madrasah. Lalu dibuka surat tersebut dan dibaca.

Salam sejahtera buat sahabat ku, Sheikh Hassan Al Basri.

Tujuan ku tulis surat ini, adalah untuk menjemput mu ke majlis meraikan perlantikan ku sebagai khalifah. Mungkin engkau sibuk sewaktu hari pertama perlantikan ku, maka engkau tidak sempat hadir ke majlis tersebut. Maka atas dasar persahabatan kita, maka akan ku adakan sekali lagi pesta meriah tersebut hanya buat mu. Akan ku jamu engkau dengan hidangan yang enak dan lezat. Dan akan ku anugerahkan kepada mu hadiah yang cantik dan mahal. Aku harap engkau akan hadir ke istana ku esok hari untuk majlis ini.

Sekian.

Dari Khalifah Umat Islam, Khalifah Harun Al Rashid

Dengan riak muka yang marah, dan nada yang tegas Hassan Al Basri mengarahkan muridnya.

Hassan Al Basri : Kau tulis jawaban ku kepada Harun Al Rashid dibelakang suratnya.

Salam,

Harun, Apakah kau sangka dengan menjamu aku dengan hidangan enak dan lezat, serta anugerah hadiah yang mahal, mampu menjadikan aku menyokong perbuatan mungkar mu ?
Tahukah kamu, perbelanjaan pesta meriah pelantikan mu sebagai khalifah, datangnya dari pembiayaan Baitul Mal ? Engkau telah menggunakan harta Baitul Mal yang hakikatnya milik rakyat untuk membiayai pesta peribadi mu. Kau nafikan hak rakyat yang fakir dan miskin, anak-anak yang yatim dan piatu serta janda-janda yang tiada tempat bergantung. Kau biarkan mereka tidur dalam kelaparan bersama fikiran yang rungsing memikirkan, "Dimanakah akan ku cari rezeki keesokan hari ?"

Di waktu yang sama, kau menjamu sahabat-sahabat mu dengan hidangan yang enak dan lazat walaupun mereka mampu mengenyangkan diri mereka sendiri dengan kekayaan mereka. Di waktu yang sama, kau anugerahkan mereka dengan hadiah yang mahal-mahal, sedangkan rakyat mu ada yang da'if dalam kemiskinan. Kehidupan mereka tenggelam dalam lautan air mata penderitaan dan kesedihan akibat kemiskinan.

Belum pun genap sehari engkau menjadi khalifah, sudah banyak dosa yang telah engkau lakukan. Amanah rakyat telah engkau khianati. Apalagi jika semakin banyak dan lama hari engkau memerintah, maka akan semakin banyaklah dosa dan kemungkaran yang bakal engkau lakukan.

Apakah untuk ini engkau dijadikan Allah ?

Mulai saat ini, jangan sesekali engkau melafazkan bahwa Hassan Al Basri adalah sahabat mu. Mulai hari ini dan saat ini, ku putuskan persahabatan ku dengan mu !!!
Sekian.

Hassan Al Basri

Tersentuh hati Menteri mendengar ketegasan jawaban yang dilafazkan oleh Hassan Al Basri. Setelah murid Hassan Al Basri selesai menulis jawapan gurunya, surat tersebut pun diserahkan kepada Menteri untuk dikembalikan kepada Harun Al Rashid.

Hassan Al Basri : Ambillah surat ini dan kembalikannya kepada Tuan mu.

Menteri itu pun mengambil surat tersebut dan berlalu. Kata-kata Hassan Al Basri terus bermain di dalam hati dan fikirannya. Kini hatinya menjadi gelisah. Dalam perjalanan pulang ke istana, dia melalui pasar jualan. Di hentikan kudanya, dan turun sambil diiringi pegawai-pegawai yang mengikutinya. Lalu bekatalah Menteri tersebut kepada para pedagang di pasar itu.

Menteri : Wahai para saudagar, maukah kamu membeli jubah yang kupakai ini ? Jubah yang bermutu tinggi, lagi ranggi dan cantik ini merupakan anugerah Khalifah kepada ku sebagai salah seorang Menteri di istana. Akan ku jualkan kepada mu dengan harga yang murah.

Para pedagang di pasar tersebut berasa heran dengan kata-kata menteri tersebut. Berkatalah salah seorang daripada mereka.

Pedagang : Mengapa engkau ingin menjual jubah kebesaran mu itu ? Berapakah harganya ?

Menteri : Mengapa aku ingin menjualnya, adalah urusan ku dengan Tuhan ku. Harganya amat murah. Aku hanya memerlukan pakaian yang diperbuat dari kain yang kasar seperti yang dipakai oleh ahli sufi.

Maka urusan niaga itu pun berjalan lancar antara Menteri dan saudagar di situ. Setelah Menteri mengenakan jubah dari kain yang kasar, dia pun kembali ke istana untuk mengembalikan surat dari Hassan Al Basri. Setibanya Menteri di istana, dia terus pergi menemui khalifah dengan pakaiannya yang kasar dan murah. Harun Al Rashid tersentak keheranan, melihat Menterinya berpakaian demikian. Lalu dia bertanya kepada Menteri.

Harun Al Rashid : Mengapa engkau berpakaian demikian ? Ke manakah perginya jubah kebesaran mu sebagai seorang menteri di istana ku ?

Menteri : Wahai khalifah. Sekembalinya aku dari Madrasah Hassan Al Basri, aku telah membuat keputusan untuk meletakkan jabatan ku sebagai Menteri. Maka ku tukarkan jubah kebesaran seorang menteri anugerah mu kepada pakaian yang kasar dan murah ini. Anggaplah aku membawa surat jawaban Hassan Al Basri merupakan tugas dan khidmat ku yang terakhir buat mu. Karena selepas ini, aku akan mengikuti tuan ku yang baru, iaitu Tuan Hassan Al Basri. Agar aku dapat dididik untuk mentaati Allah dan Rasul Nya.

Menteri itu pun menyerahkan surat jawaban Hassan Al Basri kepada Harun Al Rashid dan terus berlalu dari situ. Menteri itu telah pergi ke Madrasah Hassan Al Basri dan menjadi salah seorang muridnya. Harun Al Rashid, setelah menerima surat jawaban dari Hassan Al Basri, terus membuka dan membacanya. Tersentaklah Harun Al Rashid buat kali kedua di hari itu. Tidak disangka oleh Harun Al Rashid, jawaban yang diberikan oleh Hassan Al Basri amat tegas. Jawaban Hassan Al BAsri telah menyebabkan Harun Al Rashid menangis dan terus menangis. Tangisan keinsafan.

Di beritakan, Sesudah peristiwa itu, Harun Al Rashid akan meletakkan surat Hassan Al Basri di sebelahnya sewaktu solat. Sesudah selesai solat, Harun Al Rashid akan membaca surat jawaban Hassan Al Basri dan terus menangis. Dia melakukan ini sehinggalah beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dia menjadikan surat tersebut sebagai peringatan buat dirinya yang sering lupa agar dia tidak tergelincir dalam pentadbirannya.

Tidak ada komentar: